Monday, November 3, 2014

Sumber Hukum Islam




KATA PENGANTAR
Alhamdulillah , segala puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah  memberikan petunjuk dan hidayahnya kepada  penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik . Tak lupa pula shalawat berangkaikan salam penulis haturkan kepada junjungan kita nabi Muhammad saw  ,semoga kita mendapatkan syafa’atnya kelak. Amiin ya Rabbal ‘Alamiin.
            Makalah ini kami susun dalam rangka untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Ushul Fiqih. Mudah mudahan makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan menambah khazanah pengetahuan kita  untuk mengetahui sumber hukum islam. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan .Oleh karna itu ,penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari ibu dosen serta teman-teman seperjuangan demi perbaikan makalah ini.
Demikian,semoga Allah selalu memberikan petunjuk dan hidayah-Nya kepada kita.                                                                      
Medan, 20 April 2013

Penulis








DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. 1
Daftar Isi ....................................................................................................................... 2
BAB I : Pendahuluan.................................................................................................... 3
A.     Rumusan Masalah ............................................................................................ 3
BAB II : Pembahasan
A.    Hukum .............................................................................................................. 4
B.     Hakim................................................................................................................ 5
C.     Mahkum Fih  ..................................................................................................... 6
D.    Mahkum ‘Alaih ................................................................................................. 8
BAB III Kesimpulan .................................................................................................... 9
      A.Daftar Pustaka.....................................................................................................10









BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Agama Islam merupakan agama yang benar. Kita sebagai penganut agama islam yang menjadikan Allah sebagai Tuhan dan meyakini bahwa Muhammad sebagai pembawa agama islam haruslah mengikuti aturan-aturan yang telah termaktub di dalam Al – Qur’an. Tidak sampai disitu saja, ternyata masih ada hadits yang harus dijadikan sebagai pedoman umat islam.
Para ulama telah menyepakati bahwan landasan (sumber) hukum islam ada empat, yaitu :
1.      Al – Qur’an
2.      Al – Hadits
3.       Ijma’
4.      Qiyas

Sebagaiman firman Allah Q.S Annisa 59
Point-point diataslah yang merupakan pedoman umat islam dalam melakukan Hablum mina Allah dan Hablum mina annas. Al – Qur’an merupakan firman Allah, hadits berasal dari Rasulullah, dan Ijma’ serta Qiyas berasal dari para Ulama.

B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian Al – Qur’an, fungsi dan kedudukan Al – Qur’an sebagai sumber islam
2.      Pengertian Hadits, fungsi dan kedudukan hadits sebagai sumber islam
3.      Pengertian Ijma’, fungsi dan kedudukan ijma’ sebagai sumber islam
4.      Pengertian Qiyas, fungsi dan kedudukan qiyas sebagai sumber islam
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Al – Qur’an
1.      Pengertian Al – Qur’an
Al – Qur’an merupakan kitab suci agama islam, namun agama islam tidak hanya unuk umat islam melainkan untuk rahmat seluruh alam.
Secara etimologis Al-Qur’an adalah bentuk mashdar dari kara qara-a (قرأ) sewazan dengan kata fu’laan (فعلان ), artinya; bacaan, berbicara tentang apa yang ditulis padanya; atau melihat dan menelaah. Dalam pengertian ini, kata قرأن berarti مقروء, yaitu isim maf’ul (objek) dari قرأ.
Al – Qur’an[1] adalah firman Allah yang diturunkan oleh Allah dengan perntara Jibril ke dalam hati Rasulullah dengan lafal Arab dan makna yang pasti sebagai bukti bagi Rasul bahwasanya dia adalah utusan Allah.[2]
2.      Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an sebagai kitab Allah SWT menempati posisi sebagai sumber pertama dan utama dari seluruh ajaran Islam, sekaligus juga sebagai dalil utama fiqih. Al-Qur’an juga membimbing dan memberikan petunjuk untuk menemukan hukum-hukum yang terkandung dalam sebagian ayat-ayatnya.
Karena kedudukan Al-Qur’an itu sebagai sumber utama dan pertama bagi penetapan hukum, maka apabila seseorang ingin menemukan hukum maka dilakukan penyelesainnya terlebih dahulu berdasarkan dengan Al-Qur’an. Dan apabila menggunakan sumber hukum lain di luar Al-Qur’an, maka harus sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan tidak boleh melakukan sesuatu yang bertentangan dengan Al-Qur’an.
Hal ini berarati bahwa sumber-sumber hukum selain Al-Qur’an tidak boleh menyalahi apa yang telah ditetapkan Al-Qur’an. Al-Qur’an juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia dengan sesamanya, dan hubungan manusia dengan alam.
3.       Fungsi Al-Qur’an
Al-Qur’an diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad saw., untuk disampaikan kepada umat manusia bagi kemaslahatan dan kepentingan mereka, khususunya umat mukminin yang percaya akan kebenarannya. Kemaslahatan itu dapatmmendatangkan manfaat atau keberuntungan, maupun dalam bentuk melepaskan manusia dari kemadaratan atau kecelakaan yang akan menimpanya. Para ulama Ushul Fiqih menginduksi hukum-hukum yang dikandung Alquran terdiri atas: I’tiqadiyah, Khuluqiyah, dan Ahkam ‘amaliyah.[3]
B.     Hadits/Sunnah
1.      Pengertian hadits
Hadis yang mempunyai beberapa arti secara etimologis, yaitu: Qarib, artinya dekat, jadid artinya baru, dan khabar artinya berita atau warna.
Hadits menurut istilah syara’ adalah ucapan,perbuatan atau pengakuan Rasulullah Saw.[4]  Secara istilah menurut ulama ushul fiqh: “Semua yang bersumber dari Nabi saw. selain Alquran baik berupa perkataan, perbuatan atau persetujuan.”
2.      Kedudukan Hadits
Alquran memerintahkan kaum muslimim untuk menaati Rasulullah seperti dalam ayat:
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya) dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (Sunnahnya). Jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (An-Nisa: 59)
Berdasarkan beberapa ayat tersebut, para sahabat semasa hidup Nabi dan setelah wafatnya telah sepakat atas keharusan menjadikan sunnah Rasulullah sebagai sumber hukum. [5]
Chaerul Uman, dkk. (2001: 64-67), menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pendapat jumhur ulama tentang sunah Rasul sebagai sumber hukum yang kedua sesudah Al- Quran di dalam menetapkan suatu keputusan hukum, seperti menghalalkan ataumengharamkan sesuatu. Kekuatannya sama dengan Al-Quran. Oleh karena itu, wajib bagi umat Islam menerima dan mengamalkan apa-apa yang terkandung di dalamnya
selama hadis itu sah dari Rasulullah SAW.
3.      Fungsi Hadits
Secara umum fungsi sunnah adalah sebagai bayan (penjelasan), atau tabyim (menjelaskan ayat-ayat hukum dalam Alquran (QS. An-Naml: 44)). Ada beberapa fungsi sunnah terhadap Alquran, yaitu:
a.       Menjelaskan isi Alquran, antara lain dengan merinci ayat-ayat global
b.      Membuat aturan-aturan tambahan yang bersifat teknis atas sesuatu kewajiban yang disebutkan pokok-pokoknya di dalam Alquran
c.        Menetapkan hukum yang belum disinggung dalam Alquran[6]
C.    Ijma’
1.      Pengertian Ijma’
Secara etimologi ijma’ berasal dari kata Ajma’a, yujmi’u, ijma’atan, yang artinya “bersetuju, bersatu pendapat, bersepakat”.
Ijma’ artinya cita-cita, rencana dan kesepakatan. Firman Allah Swt.
فاجمعواامركم (يونس:٧١)
“Maka cita-citakanlah urusanmu.”
Menurut Imam Ghazali ijma’ adalah kesepakatan umat Muhammad secara khusus tentang suatu masalah agama.
Dan secara istilah :
اتفاق مجتهدي هذه الأمة بعد النبي صلّى الله عليه وسلّم على حكم شرعي
"Kesepakatan para mujtahid ummat ini setelah wafatnya Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam terhadap suatu hukum syar'i."[7]
2.      Kedudukan Ijma’
Ijma’ tidak dijadikan hujjah (alasan) dalam menetapkan hukum karena yang menjadi alasan adalah kitab dan sunnah atau ijma’ yang didasarkan kepada kitab dan sunnah.
“Ijma’ tidaklah termasuk dalil yang bisa berdiri sendiri.” Firman Allah Swt. QS. An-Nisa’ ayat 58 yang artinya:
“Jika kamu berlainan pendapat dalam suatu masalah, maka hendaklah kamu kembali kepada Allah dan Rasul-Nya.”
Yang dimaksud kembali kepada Allah yaitu berpedoman dan bertitik tolak dalam menetapkan suatu hukum kepada Alquran. Sedangkan yang dimaksud dengan kembali kepada Rasul-Nya yaitu berdasarkan kepada Sunnah Rasul. Dengan pengertian ijma’ yang dapat menjadi hujjah adalah ijma’ yang berdasarkan kepada Alquran dan Sunnah.
3.      Syarat-syarat Ijma’
Ijma' memiliki syarat-syarat, diantaranya :
1. Tetap melalui jalan yang shohih, yaitu dengan kemasyhurannya
dikalangan 'ulama atau yang menukilkannya adalah orang yang tsiqoh dan luas pengetahuannya.
2. Tidak didahului oleh khilaf yang telah tetap sebelumnya, jika didahului oleh hal itu maka bukanlah ijma' karena perkataan tidak batal dengan kematian yang mengucapkannya.[8]



D. Qiyas
1. Pengertian Qiyas
Qias menurut bahasa artinya perbandingan, yaitu membandingkan sesuatu kepada yang lain dengan persamaan illatnya. Sedangkan menurut istilah qias adalah mengeluarkan (mengambil) suatu hukum yang serupa dari hukum yang telah disebutkan (belum mempunyai ketetapan) kepada hukum yang telah ada atau telah ditetapkan oleh kitab dan sunnah, disebabkan sama illat antara keduanya (asal dan furu’).[9]
2.  Kedudukan Qias
Menurut Jumhur Ulama, bahwa qias adalah hukum syara’ yang dapat menjadi hujjah dalam menetapkan suatu hukum dengan alasan:
فاعتبروايااولى الابصار (الحشر:٢)
“Maka menjadi pandangan bagi orang-orang yang berpikir.” (QS. Al-Hasyr:2)
Kalimat yang menunjukkan qias dalam ayat ini “menjadi pandangan”, ini berarti membandingkan antar hukum yang tidak disebutkan dengan hukum yang telah ada ketentuannya.
3. Qiyas memiliki syarat-syarat di antaranya :
1. Tidak bertentangan dengan dalil yang lebih kuat darinya, maka tidak
dianggap qiyas yang bertentangan dengan nash atau ijma' atau perkataan
shohabat jika kita mengatakan bahwa perkataan shohabat adalah hujjah. Dan
qiyas yang bertentangan dengan apa yang telah disebutkan dinamakan sebagai anggapan yang rusak .(فاسد الاعتبار )
2. Hukum ashl-nya tsabit (tetap) dengan nash atau ijma'. Jika hukum ashl-nya itu tetap dengan qiyas maka tidak sah mengqiyaskan dengannya, akan tetapi diqiyaskan dengan ashl yang pertama, karena kembali kepada ashl tersebut adalah lebih utama dan juga karena mengqiyaskan cabang kepada cabang lainnya yang dijadikan ashl kadang-kadang tidak shohih.



KESIMPULAN
Agama Islam merupakan agama rahmatan lil ‘alamin. Untuk menjanlankan ibadah, maka ada sumber hukum yang harus di gunakan, yaitu :
1.      Al – Qur’an, merupakan firman Allah
2.      Sunnah , merupakan segala sesuatu yang berasal dari Rasulullah
3.      Ijma’ , merupakan hasil dari kesepakatan para mujtahid
4.      Qiyas , merupakan perbandinga hukum yang satu dengan hukum yang lain



[1] Kata “Al – Qur’an” dalam bahasa Arab di ambil dari kata qara-a, seperti kata “al Ghufraan” juga di ambil dalam kata ghafara. Jadi urutannya : qara-a yaqra-u qur-aanan qiraa-atan. Seperti dalam firman Allah :
dan Kami menjaganya dari tiap-tiap syaitan yang terkutuk, kecuali syaitan yang mencuri-curi (berita) yang dapat didengar (dari malaikat) lalu dia dikejar oleh semburan api yang terang. (Q.S Al – Qiyamah : 17-18)
[2] Abdul Wahhab Khallaf “Ilmu Ushul Fiqih” .Pustaka Amani – Jakarta. 2003. hlm 17
[3] Abdul Wahhab Khalaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), hlm. 33
[4] Abdul Wahhab Khalaf, ‘Ilm Ushul al-Fiqh (Kuwait: Dar al-Qalam, 1978), hlm 39
[5] H. Satria Effend dan M. Zein, Ushul Fiqih (Jakarta: Kencana, 2005), h. 112-117
[6] Ibid  h. 121-125.
[7] Asy-Syaikh al-'Allamah Muhammad bin Sholeh al-'UtsaiminV PRINSIP ILMU USHUL FIQIH http://tholib.wordpress.com 2007 hlm 100
[8] Ibid hlm 103
[9] Nazar Bakry, op. cit., hlm. 44.

No comments:

Post a Comment