A.
Pendahuluan
Istilah metodologi tafsir terdiri
atas dua terms, yaitu metodologi dan tafsir. Kata metode berasal dari bahasa
Yunani yaitu methodohos yang berarti cara atau jalan.[1]Dalam
bahasa inggris disebut method, sedang bangsa Arab menerjemahkannya
dengan thariqat dan manhaj.Sedangkan kata logos berarti
ilmu pengetahuan. Sehingga pembentukan dari kata-kata tersebut berarti ilmu
tentang tata cara yang dipakai untuk mencapai tujuan (ilmu pengetahuan).
Adapun Term
tafsir, mempunyai dua pengertian, yaitu:
- Pertama, tafsir adalah pengetahuan atau ilmu yang berkenaan (berhubungan) dengan kandungan Al-Qur’an dan ilmu-ilmu yang dipergunakan untuk memperolehnya.
- Kedua, tafsir diartikan sebagai cara kerja ilmiah untuk mengeluarkan pengertian-pengertian, hukum-hukum, dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam Al-Qur’an.
Maka isitilah metodologi
tafsir berarti kerangka, kaidah, atau cara yang dipakai dalam menafsirkan
al-Qur’an baik itu ditinjau dari aspek sistematika penyusunannya, aspek
sumber-sumber penafsiran yang dipakai maupun aspek sistem pemaparan atau
keluasan tafsirannya guna mencapai pemahaman yang benar tentang apa yang
dimaksudkan Allah dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad SAW. Metodologi tafsir berbeda-beda dilihat dari aspek yang
mendasarinya. Jika ditinjau dari aspek sistematika penyusunannya,
metodologi tafsir terbagi menjadi dua, yaitu:
- Sistematika tartib mushafiy, yaitu sistematika penyusunan tafsir al-Qur’an sesuai dengan tertib susunan surat dan ayat dalam mushaf.
- Sistematika tartib nuzuliy, yaitu sistematika penyusunan yang disesuaikan dengan kronologis turunnya surat-surat al-Qur’an. Dan yang ketiga, sistematika maudhuiy, yaitu sistematika penyusunan penyusunan al-Qur’an dengan berdasarkan tema atau topik permasalahan yang akan dibahas.
B.
Pembahasan
A.
Pengertian Tafsir
Ijmali
Tafsir
ijmali terdiri dari dua kata yaitu
tafsir dan ijmali.Yang dimaksud
dengan tafsir disini adalah tafsir ayat-ayat al-Qur’an, ijmali berarti global, singkat.Secara etimologi tafsir berarti
menjelaskan, menyingkap, dan menampakka, atau menerangkan makna yang abstrak.[2]
Yang
dimaksud dengan metode ijmali ialah
menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an secara ringkas tapi mencakup, dengan bahasa
yang populer mudah dimengerti dan enak dibaca.[3] Quraish Shihab mengungkapkan bahwa metode ijmali yang mengajarkan; penafsiran
secara global dan singkat sehingga terasa pembacanya bagai tetap berada dalam gaya
kalimat-kalimat al-Qur’an.[4]Dari
pengertian diatas dapat dipahami bahwa metode ijmali ini adalah penafsira
terhadap ayat-ayat al-Qur’an secara singkat. Sistematik penulisannya meneliti
ayat-ayat didalam mushaf. Selain itu
penyajiannya tidak terlalu jauh dari gaya bahasa al-Qur’an sehingga pandangan
dan pembacanya seakan akan masih tetap mendengar al-Qur’an padahal yang
didengarnya itu adalah tafsirnya.
Nabi
dan para Sahabat menafsirkan al-Qur’an secara ijmali, tidak memberikan uraian yang memadai karenanya didalam
tafsir mereka pada umumnyaakan menemukan uraian yang detail. Karena itu
tetaplah bila dikatakan bahasa metode ijmali merupakan metode tafsir al-Qur’an yang
mula-mula muncul, penamaan tafsir secara ringkas sebagai tafsir ijmali belum digunakan pada masa Nabi,
Sahabat dan Tabiin. Namun metode ijmali
muncul belakangan.M.Quraish Shihab mengatakan bahwa metode yang selama ini
digunakan oleh para mufassir sejak masa kodefikasi oleh al-Faraw (w.207H)
sampai tahun 1960 adalah menafsirkan al-Qur’an ayat demi ayat sesuai dengan
susunannya dalam mushaf
al-Qur’an.Bentuk demikian menjadikan petunjuk-petunjuk al-Qur’an terpisah-pisah
dan tidak disodorkan kepada pembacanya secara menyeluruh.[5]
Metode
tafsir dimaksud termasuk didalamnya metode tafsir ijmali yang berarti bahwa metode ini paling tidak telah ada pada
masa al-Farra.[6]
Para mufassir menggunakan lafal-lafal bahasa yang mirip, bahkan sama dengan
lafal al-Qur’an, pembaca akan merasakan bahwa uraian yang disajikan mufassir
tidak jauh dari bahasa dan lafal al-Qur’an sendiri. Di samping ini, dengan gaya
demikian, sangat terkesan bahwa al-Qur’an itu sendiri berbicara membuat
makna-makna dan maksud ayat yang jelas, sehingga lafal-lafal al-Qur’an itu
menjadi jelas dan mudah difahami.
Dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an dengan metode ini
mufassir juga meneliti, mengkaji dan menjadikan asbab al-nuzul atau peristiwa yang melatar belakangi turunnya ayat,dengan
cara meneliti hadis-hadis yang berhubungan dengannya, lebih lanjut Ahmad Akrom
menegaskan kadang kala ayat tertentu mufassir menunjukkan sebab turun ayat,
peristiwa yang dapat menjelaskan arti ayat, mengemukakan hadis Rasulullah atau
pendapat ulama salaf yang sah
1)
Karakteristik
Metode Tafsir Ijmali
Ciri-ciri
tafsir ijmali adalah;
·
Mufassir
langsung menafsirkan al-Qur’an ayat demi ayat. Mulai dari surat al-fatihah
sampai surat an-Nas tanpa perbandingan dan penetapan judul.
·
Mufassir tidak
berpeluang mengemukakan ide-idenya dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut, karena
itulah kitab-kitab tafsir ijmali, tidak
memberikan penafsiran terperinci melainkan sangat sederhana (ringkas dan umum)
sehingga pembaca seolah-olah masih membaca al-Qur’an padahal yang dibaca adalah
tafsirnya, sekalipun pada ayat-ayat tertentu diberi penafsiran agak luas namun
tidak sampai memasuki wilayah tafsir tahlili.
2)
Kelebihan dan
Kekurangannya
a.
Kelebiha Metode
Ijmali :
·
Praktis dan
mudah dipahami, maksudnya adalah mengungkapkan kandungan ayat-ayat al-Qur’an
secara singkat dan gamblang, tidak berbelit-belit sehingga pembaca mudah
menangkap pesan-pesan ayat.
·
Bersih
(selamat) dari unsur israiliyat, singkat
dan sederhananya penafsiran al-Qur’an melalui tafsir ijmali,mencerminkan penafsiran relatife lebih murni dan bersih dari
pemikiran-pemikiran israiliyat yang
kadang-kadang dapat merendahkan keagamaan.
·
Akrab dengan
bahasa al-Qur’an, maksudnya adalah bahasa yang dipergunakan dalam menafsirkan
ayat-ayat al-Qur’an sangat singkat dan akrab dengan bahasa al-Qur’an. Hal ini
dikarenakan si penafsir hanya menjelaskan pengertian kata atau ayat dengan
demikian si pembaca seolah-olah tidak merasa membaca sebuah tafsir.
b.
Kekurangan
Metode Ijmali:
·
Menjadikan
pesan (petunjuk) al-Qur’an bersifat persial. Al-Qur’an merupakan satu kesatuan
yang utuh, ayat-ayatnya berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Ayat
yang bersifat global dan kurang jelas, akan dijelaskan oleh ayat yang lain.
·
Tidak ada
ruangan untuk mengemukakan analisis yang memadai. Maksudnya adalah tidak
memberikan ruangan untuk mengemukakan uraian yang lengkap berkenaan dengan
pemahaman suatu ayat.
B.
Pengertian
Tafsir Tahlili
Tafsir
tahlili terdiri dari dua kata “tafsir” dan “tahlili”.Yang dimaksud dengan tafsir disini adalah tafsir ayat-ayat
al-Qur’an. Secara etimologi tafsir adalah ilmu yang membahas tentang cara
mengucapkan lafal-lafal al-Qur’an, tentang petunjuk-petunjuknya,
hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri, maupun ketika bersusun, serta
hal-hal lain yang melangkapinya.[7]Sedangkan
tahlili artinya mengurai.
Secara
etimologi tafsir tahlili adalah
metode tafsir yang bermaksud menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari
seluruh aspeknya, dengan menjelaskan ayat demi ayat sesuai urutan-urutannya di
dalam mushaf, melalui penafsiran kosa kata “ma’an al-mufradat” diikuti dengan
penjelasan mengenai arti global ayat, munasabah
(keterkaitan) ayat dengan ayat serta menjelaskan hubunga maksud ayat-ayat,
sebab turunnya suatu ayat, dan dalil-dalil.[8]
Baqir
al-Shadr menamakan metode tahlili dengan
metode tazji’i, yaitu metode tafsir
yang mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dari
berbagai seginya dengan memperlihatkan runtutan ayat-ayat al-Qur’an sebagaimana
tercantum di dalam mushaf.[9]
1.)
Kelebihan dan
kekurangan
Ada beberapa kelebihan dari metode tahlili antara lain :
·
Adanya potensi
untuk memperkaya arti kata-kata melalui usaha penafsiran terhadap kosa kata
ayat, syair-syair kuno, dan kaidah-kaidah ilmu nahwu.
·
Penafsirannya
menyangkut segala aspek yang dapat ditemukan oleh mufassir pada setiap saat.
·
Pemahaman ayat
dapat dilakukan secara mendalam sejalan dengan keahlian/kemampuan, serta
kecendrungan mufassir.[10]
2.)
Adapun
kelemahan tafsir tahlili antara lain
:
·
Tidak
menyelesaikan satu pokok bahasan, karena sering kali satu pokok bahasan
diuraikan sisinya atau kelanjutannya pada ayat lain.
·
Para penafsiran
yang menggunakan metode ini tidak jarang hanya berusaha menemukan dalil atau
lebih tepat dalih pembenaran pendapatnya dengan ayat-ayat al-Qur’an.
·
Tidak memberi
jawaban tuntas terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi sekaligus tidak
banyak member pagar-pagar metodologis yang dapat mengurangi subyektifitas
mufassirnya.[11]
·
Metodologi
Tafsir Tahlili
3.)
Ada lima
langkah metodologi tafsir tahlili yaitu;
·
Urutan –urutan
ayat berdasarkan mushaf. Mengenai tertib ayat dalam al-Qur’an adalah
berdasarkan tauqifi. Ini terbukti
ketika Malaikat Jibril datang menemui Rasulullah, yang menyuruhnya menempatkan
ke 90 dalam surah an-Nahl.[12]
·
Menafsirkan
kosa kata ayat. Dalam memahami arti suatu kata dalam rangkaian redaksi suatu
ayat, terlebih dahulu diteliti pengertian yang dikandung oleh kata tersebut,
kemudian baru menetapkan arti yang tepat setelah memperhatikan segala aspek
yang berhubungan dengan ayat bergantung atau bertempat.[13]
·
Menjelaskan munasabah ayat
Untuk mengetahui adanya munasabah, dapat ditempuh dengan tiga
cara yaitu:
i.
Dari segi
lafal, yang terkandung melalui kata penghubung “ ”, dengan pengulangan atau penjelasan. Contohnya
surat al-Maidah ayat 118
bÎ)öNåkö5Éjyèè?öNåk¨XÎ*sùx8ß$t6Ïã(bÎ)uröÏÿøós?öNßgs9y7¯RÎ*sù|MRr&âÍyèø9$#ÞOÅ3ptø:$#ÇÊÊÑÈ.
“jika Engkau
menyiksa mereka, Maka Sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika
Engkau mengampuni mereka, Maka Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
Dan surah al-Fatihah ayat 6-7.
$tRÏ÷d$#xÞºuÅ_Ç9$#tLìÉ)tGó¡ßJø9$#ÇÏÈxÞºuÅÀtûïÏ%©!$#|MôJyè÷Rr&öNÎgøn=tãÎöxîÅUqàÒøóyJø9$#óOÎgøn=tæwurtûüÏj9!$Ò9$#ÇÐÈ
“Tunjukilah kami jalan yang lurus,(yaitu) jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan(pula jalan) mereka yang sesat.
ii.
Dari segi makna
atau pesan yang terkandung dalam ayat. Contohnya surah al-Ghasiyah ayat 17-20.
xsùr&tbrãÝàYtn<Î)È@Î/M}$#y#ø2ôMs)Î=äzÇÊÐÈn<Î)urÏä!$uK¡¡9$#y#ø2ôMyèÏùâÇÊÑÈn<Î)urÉA$t6Ågø:$#y#øx.ôMt6ÅÁçRÇÊÒÈn<Î)urÇÚöF{$#y#øx.ôMysÏÜßÇËÉÈ
“Maka Apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana Dia
diciptakan. Dan langit, bagaimana ia ditingggikan? Dan gunung-gunung bagaimana
ia ditengakkan?”
iii.
Dari segi asbab al-nuzul, contohnya suratal-Baqarah ayat 26.
·
Menjelaskan asbab an-nuzul
Sebagai
contoh turunnya surat an-Nisa’ ayat
42. Menurut riwayat Abu DAud,
at-Tirmidzi, an-Nasa’I dan al-Hakim, yang bersumber dari Ali dimana Ali berkata
: Abdurrahman bin ‘Auf membuat makanan
untuk kami (Ali dan kawan-kawan). Lalu diundanglah kami, yang dihidangkan
diantaranya khamar (arak dan minuman keras), maka terganggulah pikiran
kami.Sewaktu datang waktu shalat orang-orang memilih Ali menjadi imam.Lalu ali
membaca surat al-Kafirun dengan
keliru.Yang dibacanya adalah
Maka turunlah surat an-Nisa’ ayat 42
yang berbunyi:
7ͳtBöqtuqtz`Ï%©!$#(#rãxÿx.(#âq|ÁtãurtAqß§9$#öqs93§q|¡è?ãNÍkÍ5ÞÚöF{$#wurtbqßJçFõ3t©!$#$ZVÏtnÇÍËÈ
“Hai
orang-orang beriman, janganlah kamu kerjakan shalat ketika kamu sedang mabuk,
sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan …”.
·
Dalil-dalil
Dalam hal penggunaan dalil-dalil ini sama seperti tafsir bil ma’tsur, yaitu berdasarkan
hadis dari Rasul, sahabat dan tabi’in. kemudian penggunaan dalil-dalil ini ada
kecenderungan penafsiran sesuai latar belakang para mifassir.
C.
Kesimpulan
Secaraetimologi
tafsir berarti pengungkapan, penjelasan dan penjabaran.Sedangkan, menurut terminologi
tafsir adalah penjelasan terhadap kalamullah atau penjelasan lafadz al-Qur’an dan
pemahamannya.
Kata
‘metode’ berasal dari bahasa yunani “methodos”
yang berarti “cara atau jalan”. Di
dalam bahasa inggris kata ini ditulis ‘method’
dan bahasa Arab menerjemahkannya dengan “tharîqat̠”
dan “manhaj”. Pengertian ‘metode’ yang umum itu dapat digunakan
pada berbagai objek, baik berhubungan dengan pemikiran dan penalaran akal, atau
menyangkut pekerjaan fisik.Jadi dapat dikatakan, metode adalah salah satu
sarana yang amat penting untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.Adapun
metodologi tafsir ialah ilmu tentang metode menafsirkan al-Qur’an.Metodologi
tafsir sangat banyak, tapi kami membahas hanya dua yaitu metode tahlili (analitis) dan ijmali (global).ijmali berarti global, singkat. Secara etimologi tafsir berarti
menjelaskan, menyingkap, dan menampakka, atau menerangkan makna yang abstrak. Tafsir tahlili
terdiri dari dua kata “tafsir” dan “tahlili”. Yang dimaksud dengan tafsir
disini adalah tafsir ayat-ayat al-Qur’an. Secara etimologi tafsir adalah ilmu
yang membahas tentang cara mengucapkan lafal-lafal al-Qur’an, tentang
petunjuk-petunjuknya, hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri, maupun
ketika bersusun, serta hal-hal lain yang melangkapinya. Sedangkan tahlili artinya
mengurai.
Daftar pustaka
Aida, Asnil Ritonga, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.Citapustaka Media
Perintis:Bandung.2009
Baidan, Nashruddin, Metode Penafsiran Al-Qur’an.Pustaka
Pelajar:Yogyakarta.2002
[1]Faud Hassan dan
Koentjaraningrat, “Beberapa Asas Metologi Ilmiah”, di dalam Metode-Metode
Penelitian Masyarakat, red. Koentjaraningrat, Jakarta, Gramedia, 1977,
h.16.
[2]Lois Makluf, al-Munjid fi al-Lughah wa
al-A’lam, Beirut, Dar al-Masyrik, 1973, hlm.583
[3]Nashruddin Baidan, Metodologi Penafsiran
al-Qur’an, Yogyakarta, Pustaka Belajar, 2000, hlm. 13
[4]M. Quraish Shihab, Tafsir al-Qur’an al-karim, Tafsir
atau Surat-Surat Pendek, Jakarta, Pustaka Budaya, 1997, hlm. v
[5]ibid
[6]Nashruddin Baidan, op.Cit., hlm.13
[7]Manna’ Khalil al-Qattan, Mabahis fi ‘Ulum
al-Qur’an, Mansyurat al-Ashr al-Hadits, tt., hlm. 456
[8]Abd. Al-Hay al-Farmawi, al-Bidayat fi
Tafsir al-Maudhu’i, Dirasat Manhajiyat Maudhu’iyat, 1976, hlm. 18
[9]ibid
[10]Syahrin Harahap, Upaya Memahami Kandungan
al-Qur’an, dalam Islam Dinamis, hlm.50
[11]ibid
[12]Subhi al-Shalih, Mabahis fi ‘Ulum al-Qur’an,
Beirut, Dar al-Ilmi lil Malayin, 1988, hlm.70
[13]ibid
No comments:
Post a Comment